Selasa, 17 November 2015

Terjebak Hujan

Hujan kembali mengguyur kota Subang, jutaan tetesnya seperti butiran beras jatuh dari langit, lalu saling berlompatan di atas aspal jalan yang ada di hadapanku.
Hujan berhasil menahanku di sini, di depan pertokoan yang satu-persatu mulai tutup ditinggal oleh pemiliknya. Suasana pun semakin sepi, seakan menambah dinginnya angin yang berhembus.

Tak jauh dari tempatku berdiri, kulihat seorang gadis dengan tas punggung berwarna cokelat; rambutnya panjang, lurus, dan berponi; wajah putih bersih, pipi sedikit tembem, tapi manis. Ia menghentakkan kakinya kesal, merutuki hujan yang tak kunjung reda. Sama sepertiku, ia lebih memilih tetap bertahan, ketimbang pulang ditengah derasnya hujan.

Biasanya, menunggu hujan reda itu bagiku: seperti menanti giliran dalam sebuah antrian panjang sendirian. Tapi untungnya kali ini aku tidak merasa sendiri. Kali ini ada seorang gadis yang menunggu bersamaku. Walaupun tidak benar-benar bersama, sih.

***

Pukul 17.00
Gadis itu masih berdiri di depan toko kue—sebelah kiri toko buku tempatku berada. Kaos-putihnya mulai basah terkena bulir-bulir hujan yang diterbangkan oleh angin. Dengan wajah cemberut, ia menggosok-gosokan tangan sambil menoleh ke kiri dan ke kanan, seperti mencari seseorang?

Tingkah gadis itu memang terkesan childish, tapi menurutku itu lucu. Entah sihir apa yang ia miliki? Setengah jam memperhatikan, tak sedikitpun aku merasa bosan. Aku seperti terhipnotis.
Saat melihatnya, mataku seolah enggan untuk berpaling; apalagi saat ia meniup-niup poni rambutnya yang hampir menutupi mata,  ingin rasanya tanganku mengacak-acak rambut itu dengan manja.

Karena takut ketahuan memperhatikannya, sesekali aku mengalihkan pandangan pada jamtanganku yang kacanya mulai berkabut, atau pada langit sore yang perlahan semakin gelap; selang beberapa saat, aku kembali memandang gadis itu, sambil pura-pura mendengarkan musik lewat headset, padahal tidak ada suaranya.

Ya, sepertinya memang selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian. Aku yang sebelumnya sempat kesal lupa bawa jas hujan, sekarang malah bersyukur benda itu tertinggal; yang akhirnya jadi bertemu dengan seorang gadis bernasib sama: Terjebak hujan.

***

Ini pertamakalinya aku berharap hujan turun lebih lama. Dan sepertinya, hujan memang sedang mengerti perasaanku; antara perasaan yang begitu nyaman melihat wajah seseorang, atau perasaan hangat di tengah dinginnya hujan; entah perasaan mana paling dominan, tapi aku menyukai keduanya. Termasuk perasaan 'gugup' barusan, saat aku dan gadis cantik itu tanpa sengaja saling bertatapan.

Ia menganggukan kepala sembari tersenyum padaku. Aku juga tau, senyumnya hanya untuk basa-basi menghargai keberadaanku. Tapi aku tak perduli, sambil berusaha bersikap senormal mungkin, langsung kubalas senyumnya dengan senyuman terbaikku.
Meski hanya sekilas, senyum gadis itu sungguh membekas; membanjiri pikiranku, mengalir keseluruh tubuh, lalu perlahan-lahan terasa membasahi hati... yang telah lama kering.

Suara gemericik air dan gemuruh petir, terdengar semakin menjauh dan mengecil; kini yang terdengar jelas olehku, hanya detak jantung yang berdegup semakin cepat.
Ternyata benar kata temanku: Cinta itu seperti hujan—sulit diprediksi, kita tidak pernah tau kapan dan di mana ia akan terjatuh.

Pada hujan sore ini, aku mulai bertanya-tanya: Ia menahanku dan menahan gadis itu di sini, apa hanya sebuah kebetulan? Atau ini memang takdir untuk mempertemukan?

Bersambung...

Judul   : Terjebak Hujan
Ditulis : 9 November 2015
© Thazudin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar